SMOKE FREE

Selasa, 04 November 2008

Menuju Pulang !

Bandung.....

Saya lahir dan dibesarkan di kota ini. Lahir dari rahim seorang ibu asli kelahiran Tasikmalaya Jawa Barat, dan punya ayah yang asli kelahiran Kebumen Jawa Tengah, rasanya tak mampu mengubah identitas dan rasa memiliki yang saya punya sebagai urang Bandung. Apalagi kebetulan ayah dan ibu saya kebetulan memang menetap dan kerja di Bandung, sejak tahun 1975, hingga masa pensiun mereka sekitar tahun 2004-2005.

Lamanya orang tua saya menetap di Bandung, bahkan turut mengubah aksen ayah saya yang asli wong Jawa, menjadi justru lebih ke arah urang Sunda. Seiring waktu, lidah beliau bahkan menjadi lebih lihai berbahasa sunda dibanding ibu saya yang notabene kelahiran dan turunan keluarga sunda. Tapi beliau memang tak pernah melupakan darah Jawa yang mengalir di sekujur tubuhnya. Ini membuatnya secara otomatis selalu mampu berubah kembali menjadi wong Jawa, setiap kali bertemu rekan sedaerahnya, atau anggota keluarga besar ayah saya sendiri.

Saya sendiri merasa begitu lama dibesarkan oleh kota yang punya julukan Parisj Van Java ini. Sejak lahir tahun 1977, saya nyaris tak pernah hijrah ke kota lain, hingga saatnya saya menentukan pilihan karir sebagai wartawan di kota nan kejam, Jakarta, di tahun 2002.

Lahir, sekolah, kuliah, dan mulai mencicipi uang hasil kerja kecil-kecilan di Bandung selama kurang lebih 25 tahun di Bandung, membuat identitas saya sebagai suku Jawa, seakan terhapus. Tak salah rasanya jika saya seringkali menjuluki diri sendiri sebagai Jawa murtad....:P ! Sehingga ketika saya bertemu dengan orang yang baru saya kenal, justru saya lebih sering memperkenalkan diri sebagai urang Bandung, ketimbang wong Jawa.

6 tahun sudah saya “mengembara” di Jakarta. Bekerja, menghidupi diri sendiri, istri, dan anak saya tercinta. Waktu yang buat orang lain mungkin terasa begitu singkat, tapi buat saya justru terasa begitu lama dan menjemukan. Entah sudah seberapa sering saya membatin, dan berharap, kapan kiranya saya dapat kembali ke pelukan kota kelahiran saya tercinta, Bandung.

Apa yang kurang dari kota ini? Hawanya, walau sudah tak sedingin dulu ketika saya masih kecil, tetap begitu sejuk untuk dinikmati nyaris setiap saat. Jalanannya, yang walau kini selalu padat, macet, dan menyiksa ketika weekend tiba, tetap nikmat untuk dilakoni diatas kendaraan roda dua ataupun empat. Orang-orang sekitar yang mayoritas masih begitu ramah, jauh dari keangkuhan yang seeringkali saya temui di Jakarta. Hingga tempat kuliner yang nyaris tersedia di setiap penjuru kota, dan seringkali membuat bingung siapapun untuk menentukan pilihan, harus makan pagi dimana, makan siang dimana, dan makan malam dimana, lalu kemana harus melangkahkan kaki bila hanya sekedar ingin menikmati secangkir Caramel Machiato.

Bandung.....

Peuyeumnya, pemandangan indah mojang-mojangnya, PERSIB-nya, dan sekarang mungkin FO-nya. Entah berapa lama lagi Tuhan mengijinkan saya untuk kembali pulang ke kota tercinta ini.

Tapi kapanpun itu, saya takkan pernah lelah untuk tetap menantinya dengan penuh harap.




Bandung, Minggu, 2 November 2008, 19.50.